Bacapres Rebutan Sowan ke Keluarga Gus Dur, Pengamat: Bidik Yenny Wahid Jadi Cawapres, untuk Rebut Suara Akar Rumput NU dan Gusdurian”

Jakarta – Bakal calon presiden belakangan rebutan melakukan kunjungan atau sowan ke kediaman istri Gus Dur dan putrinya, Sinta Nuriyah dan Yenny wahid di Ciganjur, Jakarta Selatan. Sebelumnya Ganjar Pranowo, dan rencananya Prabowo Subianto juga akan segera sowan.

Pengamat politik dari Universitas Al-Azhar Indonesia (UAI), Ujang Komarudin menilai sowan yang dilakukan sejumlah calon presiden tersebut tidak lain karena mereka berharap dukungan dan doa dari keluarga besar Nahdlatul Ulama (NU) dan Gusdurian.

“Sinta Nuriyah dan Yenny Wahid ini kan simbol dan tokoh yang sangat dihormati di kalangan nahdlatul ulama (NU). Jadi tidak heran semua capres sowan dan berharap dukungan,” kata Ujang di Jakarta, Sabtu (19/8/2023).

Disamping itu, menurut Ujang, menyadari kuatnya basis suara NU di akar rumput dan ketokohan Sinta dan Yenny Wahid, sowannya mereka untuk melamar putri kedua Gus Dur itu sebagai pendamping di Pilpres 2024.

“Pilpres 2024 nanti tokoh NU menjadi penentu. Sehingga Yenny Wahid masuk dalam bursa di hampir semua capres baik itu Ganjar, Anies maupun Prabowo. Yenny ini kan tokoh dari keturunan pendiri NU, sehingga menjadi representasi Nahdiyin,” jelasnya.

Ujang mengatakan suara NU selalu menjadi penentu. Bahkan pada Pemilu 2019, Joko Widodo berhasil memenangkan Pilpres karena berpasangan dengan KH. Maruf Amin.

“Pak Jokowi menang karena wakilnya dari NU, yaitu kiai Ma’ruf,” katanya.

Selain itu, kata dia, bukan hanya 2019, namun dalam setiap pemilu paska reformasi. Dan di Jatim yang merupakan lumbung suara Nahdliyin.

“Suara Nahdliyin atau Nahdlatul Ulama selalu memegang peran penting hampir dalam setiap pemilihan presiden (Pilpres) pascareformasi. Pengecualian hanya terjadi di periode kedua Susilo Bambang Yudhoyono,” katnya.

Menurutnya, suara Nahdliyin hampir selalu jadi kunci kemenangan capres-cawapres, terutama pada periode yang tidak ada calon incumbent. Pada Pemilu 2014 misalnya, hampir semua calon presiden merangkul tokoh NU untuk meraup suara dari kalangan Nahdliyin.

“Megawati merangkul Hasyim Muzadi yng menjadi Ketua Umum PBNU. Wiranto maju bersama Salahuddin atau Gus Solah, ada juga Hamzah Haz, tokoh NU yang maju sebagai capres bersama Agum Gumelar. Sedangkan Pak SBY wakilnya JK yang pada waktu itu ditonjolkan betul identitas ke-NU-annya,” kata Ujang.[]